Selepas subuh kita sudah bersiap untuk melakukan perjalanan. Hanya berbekal air mineral satu botol dan uang beberapa puluh ribu kita berangkat dengan suka cita. Sepanjanng perjalanan benar-benar Kami nikmati, baik dengan foto-foto maupun obrolan kecil.
Sampai di kaki Gunung kita sudah takjub dengan adanya pasar tumpah. Namun tekad masih kuat untuk melakukan perjalanan sampai tujuan. Sempat berfoto di tulisan lokasi pendakian sebagai bahan petunjuk perjalanan.
Sedikit ke atas kita bertemu dengan seorang pencacah batu. Seorang kakek sepuh yang menjadikan mencacah batu sebagai satu-satunya mata pencaharian. Sempat mendengar cerita tentang bagaimana kondisi gunung Guntur dimasa lalu. Namun sedikit informasi yang disampaikan karena fokus sudah agak pudar karena kondisi jalan yang terus menanjak.
Dipemberhentian berikutnya pemandangan sudah mulai terlihat lebih tinggi. Terdapat rumah kayu yang menyediakan jajanan untuk sekedar mengganjal perut. Namun kami hanya sebatas lewat. Waktu menunjukkan pukul 07.30, kondisi udara sedikit berembun. Cipratan air sempat memunculkan keraguan Mamak buat lanjut, karena menyangka hujan. Namun timses mendaki terus menyemangati, untuk sampai ke tujuan. Sempat bertanya kepada pemilik rumah kayu, berapa jauh jarak ke air terjun. Cukup menghabiskan waktu satu jam katanya. Hal tersebut yang membuat Mamak semakin jiper.
Suasana yang terlalu pagi benar-benar mengangkan. Karena seperti tidak akan ada orang yang mendaki. Namun pemilik rumah kayu mengabarkan, sekitar jam 10.00 biasanya pendakian akan ramai.
Kami pun melanjutkan perjalanan melewati lorong jalan. Kenapa disebutkan lorong, sepertinya sebelum pandemi menyerang jalan ini luas karena terlihat ada pembatas jalan berupa benteng disisi kanan dan kiri. Namun saat Kami melewati jalan ini sudah berupa lorong yang rimbun dengan rerumputan dan bunga-bunga hutan. Bersama Kami melewati lorong tersebut, dengan saling berdekatan karena khawatir tersesat. Sampailah pada rumah panggung dekat dengan tempat pemeriksaan yang sudah dilengkapi dengan tempat cuci tangan sebagai upaya pencegahan covid.
Anak-anak menyempatkan mencuci tangan. Kemudian melanjutkan perjalanan. Melewati jembatan bambu kami sempat menyingkirkan penghalang arah, karena dikira melewati jalan tersebut. Padahal palang bambu tersebut adalah tidak untuk dilewati.
Bertepatan Kami melewati palang tersebut. Tiba-tiba dikejutkan dengan suara dari arah atas. Sontak saya dan anak-anak berteriak dan lari. Karena melihat dua ekor kera yang sedang bergelantungan. Namun tidak dengan ayahnya anak-anak. Malah bilang ngga apa-apa, ngga ada kera itu mah tupai katanya.
Sedang kebingungan akan melewati jalan mana, petunjuk datang dari 3 orang anak yang sedang melakukan pendakian. Belok kiri merupakan arah menuju air terjun. Kami pun mengikuti anak-anak tersebut meski sebetulnya tidak terkejar karena mereka cepet banget sementara kami perlahan-lahan karena membawa anak usia 5 tahun.
Kami mencoba terus melanjutkan perjalanan. Kali ini jalan yang kami lalui lumayan menguras tenaga dan emosi. Tanjakan yang terjal tanpa ada titian membuat kami harus lebih berhati-hati. Variasi tanjakan ada sedikit turunan yang semakin membuat kami ekstra hati-hati karena anak 6 tahun kami benar-benar harus didampingi sebaik-baiknya. Alhamduillaah terlewati dengan baik meski sempat drama teriak-teriak. Kami pun melalui jembatan bambu yang sudah sedikit rapuh. Keindahan alam mulai terlihat semakin indah sebelum kami melanjutkan perjalan berikutnya dengan rute tanjakan terjal lagi. Namun titian sudah ada meski hanya berupa batuan dan sengkedan bambu.
Next ==>
0 komentar:
Posting Komentar